MODEL-MODEL EVALUASI PEMBELAJARAN

1.        Model Tyler

     Nama model ini diambil dari nama pengembangnya yaitu Tyler. Dalam buku Basic Principles of Curriculum and Instruction, Tyler banyak mengemukakan ide dan gagasannya tentang evaluasi. Salah satu bab dari buku tersebut diberinya judul how can the the effectiveness of learning experience be evaluated ? Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan kepada tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dan sesudah melaksanakan kegiatan pembelajaran (hasil).

     Dasar pemikiran yang kedua ini menunjukkan bahwa seorang evaluator harus dapat menentukan perubahan tingkah laku apa yang terjadi setelah peserta didik mengikuti pengalaman belajar tertentu, dan menegaskan bahwa perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang disebabkan oleh pembelajaran. Penggunaan model Tyler memerlukan informasi perubahan tingkah laku terutama pada saat sebelum dan sesudah terjadinya pembelajaran. Istilah yang populer dikalangan guru adalah tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Model ini mensyaratkan validitas informasi pada tes akhir.

2.        Model Evaluasi Sumatif dan Formatif

a.         Model Evaluasi Sumatif

          Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan setelah sekumpulan program pelajaran selesai diberikan. Dengan kata lain evaluasi yang dilaksanakan setelah seluruh unit pelajaran selesai diajarkan (Sudijono, 2007: 23).

b.        Model Evaliasi Formatif

          Secara umum evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan di tengah-tengah atau pada saat berlangsungnya proses pembelajaran, yaitu dilaksanakan pada setiap kali satuan pembelajaran atau subpokok bahasan dapat diselesaikan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik “telah terbentuk” sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan(Sudijono, 2007: 23).

Sedang pada kaitannya dengan Bimbingan dan Konseling,Menurut Scriven (1991) dalam diktat teori dan praktek evaluasi program bimbingan dan konseling (Aip Badrujaman, 2009), evaluasi formatif adalah suatu evaluasi yang biasanya dilakukan ketika suatu produk atau program tertentu sedang dikembangkan dan biasanya dilakukan lebih dari sekali dengan tujuan untuk melakukan perbaikan.

3.        Penilaian Acuan Normatif dan Acuan Patokan

a.         Penilaian Acuan Normatif

          Penilaian Acuan Norma (PAN) Penilaian acuan normatif atau PAN berasal dari kata Norm referenced test. PAN adalah penilaian untuk rata-rata kelompok sehingga dapat diketahui kemampuan peserta didik di dalam kelompoknya. Tes ini disusun untuk menentukan kedudukan seorang peserta didik diantara kelompoknya. Soal yang digunakan dalam tes acuan norma harus memiliki tingkat kesulitan serta daya pembeda, sehingga hasil tes acuan norma dapat secara signifikan menunjukkan kedudukan seorang peserta didik diantara kelompoknya.

          Pendekatan PAN disebut juga dengan “pendekatan faktual” atau apa adanya. Faktual yang dimaksud disini adalah fakta yang diperoleh kelompok peserta didik yang dinilai. Kedudukan peserta didik dalam kelompok bersifat relatif dikarenakan patokannya dalam penilaian juga bersifat relatif yaitu rata-rata hasil skor kelompok. Pendekatan penilaian PAN ini menafsirkan hasil tes yang diperoleh oleh peserta didik dengan hasil dari kelompoknya.

          Alat pembanding yang menjadi dasar standar kelulusan dan pemberian nilai ditentukan berdasarkan hasil yang diperoleh dalam setiap kelompok. Dengan demikian, standar kelulusan baru dapat ditentukan setelah diperoleh hasil dari setiap peserta didik dan setiap kelompok memiliki standarnya masing-masing dan tidak dapat digunakan sebagai standar kelompok lain.

PAN berasusmsi bahwa kemampuan setiap peserta didik itu pasti berbeda-beda, patokan itu dapat berubah-ubah kurvanya. Apabila hasil hasil ujian peserta didik dalam suatu kelompok menghasilkan rata-rata yang lebih tinggi, maka patokan dapat bergeser keatas atau dinaikkan.

b.        Penilaian Acuan Patokan

          Penilaian Acuan Patokan (PAP) Penilaian acuan patokan atau PAP berasal dari kata Criterion referenced assessment. Hasil tes PAP berdasarkan presentase skor yang telah dicapai peserta didik dibandingkan dengan skor maksimum atau skor ideal. PAP sendiri merupakan penilaian yang mengacu pada tujuan instruksional khusus. Skor yang dapat dicapai setiap peserta didik  diartikan dengan cara yang sama, yaitu dengan membandingkan dengan skor maksimum yang mungkin dicapai peserta didik untuk kompetensi yang terdapat dalam tujuan instruksional. Atau dapat diartikan bahwa PAP merupakan penilaian yang dilakukan dengan menafsirkan hasil tes yang telah diperoleh oleh peserta didik kemudian dibandingkan dengan patokan yang telah ditetapkan.

          Patokan itu sendiri sudah ditetapkan sebelum tes bahkan sebelum kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan tujuan untuk menentukan batasan kelulusan peseta didik. Patokan yang telah ditetapkan biasanya disebut dengan “Tingkat Penugasan Minimum” atau “Kriteria Ketuntasan Minimum”. Peserta didik yang mampu melampaui batas tersebut dinilai “lulus” dan bagi yang belum mampu melampaui dinilai “tidak lulus”.

 

Sebagai contoh rumus yang dapat digunakan :

 

Nilai = Skor mentah / skor maksimum ideal x 100

 

Selanjutnya nilai yang telah berhasil dicapai masing-masing siswa diartikan menjadi huruf dengan patokan yang telah disepakati masing-masing sekolah. Misalnya sebagai berikut

Nilai 85-100                : A

Nilai 75-84                  : B

Nilai 65-74                  : C

Nilai 55-64                  : D

Nilai dibawah 55         : E

4.        Model Countenance

     Menurut model ‘Countenance’, penilaian harus mengandung langkah-langkah berikut; menerangkan program; melaporkan keterangan tersebut kepada pihak yang berkepentingan; mendapatkan dan menganalisis ‘judgment; melaporkan kembali hasil analisis kepada pelanggan. Seterusnya, model responsif mencadangkan perhatian yang terus menerus oleh penilai dan semua pihak yang terlibat dengan penilaian. Stake (1975) telah menentukan 12 langkah interaksi antara penilai dan pelanggan dalam proses penilaian.

 

     Model evaluasi Stake (1967), merupakan analisis proses evaluasi yang membawa dampak yang cukup besar dalam bidang ini, meletakkan dasar yang sederhana namun merupakan konsep yang cukup kuat untuk perkembangan yang lebih jauh dalam bidang evaluasi. Stake menekankan pada dua jenis operasi yaitu deskripsi (descriptions) dan pertimbangan (judgments) serta membedakan tiga fase dalam evaluasi program yaitu :

a.         Persiapan atau pendahuluan (antecedents)

b.         Proses/transaksi (transaction-processes)

c.         Keluaran atau hasil (outcomes, output)

Model stake tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut :

 

        Descriptions matrix menunjukkan Intents (goal=tujuan) dan observations (effect=akibat) atau yang sebenarnya terjadi. Judgment berhubungan dengan standar (tolak ukur = kriteria)/dan judgment (pertimbangan). Stake menegaskan bahwa ketika kita menimbang-nimbang di dalam menilai suatu program pendidikan, kita tentu melakukan pembandingan relatif (antara satu program dengan standard).

     Model ini menekankan kepada evaluator agar membuat keputusan/penilaian tentang program yang sedang dievaluasi secara benar, akurat dan lengkap. Stake menunjukkan bahwa description disatu pihak berbeda dengan pertimbangan (judgment) atau menilai. Di dalam model ini data tentang Antecendent (input), Transaction (process) dan Outcomes (Product) data tidak hanya dibandingkan untuk menentukan kesenjangan antara yang diperoleh dengan yang diharapkan, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang mutlak agar diketahui dengan jelas kemanfaatan kegiatan di dalam suatu program.

5.        Model Bebas Tujuan

     Model evaluasi bebas tujuan (Goal Free Evaluation Model) dikemukakan oleh Michael Scriven (1973). Evaluasi ini merupakan evaluasi ini merupakan evaluasi mengenai pengaruh yang sesungguhnya, objektif yang ingin dicapai oleh program. Ia mengemukakan bahwa evaluasi seharusnya tidak mengetahui tujuan program sebelum melakukan evaluasi.

     Evaluator melakukan evaluasi untuk mengetahui pengaruh yang sesungguhnya dari operasi program. Pengaruh programyang sesungguhnya mungkin berbeda atau lebih banyak atau lebih luas dari tujuan yang dinyatakan dalam program. Seorang evaluator yang mengetahui tujuan program sebelum melakukan evaluasi terkooptasi oleh tujuan dan akan tidak memerhatikan pengaruh program di luar tujuan tersebut.

6.        Model CIPP

Model evaluasi CIPP ini merupakan salah satu dari beberapa teknik evaluasi suatu program yang ada. Model ini dikembangkan oleh salah satu pakar evaluasi, Stufflebeam yang dikembangkan pada tahun 1971 dengan berlandaskan pada keempat dimensi yaitu dimensi context, dimensi input, dimensi process, dan dimensi product. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi.

Stufflebeam melihat tujuan evaluasi sebagai:

a.         Penetapan dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai keputusan alternatif;

b.         Membantu audience untuk menilai dan mengembangkan manfaat program pendidikan atau obyek;

c.         Membantu pengembangan kebijakan dan program.

 

Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawan-kawan (1967) di Ohio State University. CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu :

a.         Context evaluation: evaluasi terhadap konteks

b.         Input evaluation : evaluasi terhadap masukan

c.         Process evaluation : evaluasi terhadap proses

d.         Product evaluation : evaluasi terhadap hasil

 

Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.

 

Secara garis besar evaluasi model CIPP mencakup empat macam keputusan:

a.         Perencanaan keputusan yang mempengaruhi pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus

b.         Keputusan pembentukan atau structuring.

c.         Keputusan implementasi.

d.         Keputusan yang telah disusun ulang yang menentukan suatu program perlu diteruskan, diteruskan dengan modifikasi, dan atau diberhentikan secara total atas dasar kriteria yang ada.

7.        Model Connoisseurship/Model Ahli

     Ciri khas dari model ini, sebagai model penelitian dengan pendekatan humanistik-naturalistik, evaluan berpartisipasi langsung sebagai pengamat pada proses penelitiannya. Evaluan secara seksama dan teliti menganalisa pola kerja siswa dan guru. Ciri lainnya pada model ini adalah penggunaan teknologi sebagai media di dalam penelitiannya seperti penggunaan film, videotape, kamera dan audiotape.

     Walaupun model ini belum memiliki struktur penelitian yang baku, akan tetapi model penelitian ini memiliki tiga tahap: Tahap pertama disebut tahap deskriptif yaitu mendeskripsikan seluruh pola pembelajaran dan aktivitas di dalam kelas, tahap kedua yaitu interpretasi di mana evaluan mulai menginterpretasi dan mengkritisi pada yang terjadi pada tahap pertama. Penjelasan pada tahapan ini akan menimbulkan aksi, reaksi dan interaksi pada apa yang diamati dan tahap ketiga adalah tahap evaluasi di mana pada tahap ini evaluan akan memberikan pertimbangan dan keputusan dari program tersebut. Pertimbangan dan keputusan yang dibuat oleh evaluan didasarkan kepada kritik yang dibuat oleh evaluan sendiri berdasarkan data yang diperoleh pada tahap pertama dan kedua.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Arifin, Zainal. 2011.Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi & Cepi Safrudin Abdul Jabar. (2009). Evaluasi program pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Bumi Aksara.

Badrujaman, Aip. (2009). Diktat teori dan praktek evaluasi program bimbingan dan konseling. Jakarta.

Badrujaman, Alip.2011. Teori dan Aplikasi Evaluasi Program Bimbingan Konseling. Jakarta: indeks.

Daryanto. 1999. Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Reneka Cipta.

Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran Di Sekolah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, n.d.). hlm 321

Fajri Ismail, Model-Model Evaluasi Kurikulum, h. 11

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar Siswa (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Hlm 8

Sharli, ‘Makalah Evaluasi Pendidikan’, Makalah ku, 2015, http://rimaribaca.blogspot.com/2015/12/mklah-evaluasi-pnddikan.html.

Siti Rohana Hariana Intiana, Asesmen Pembelajaran Bahasa Indonesia (Mataram: FKIP Unram, 2016). Hlm 11

Sudjana,Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar Siswa.

taybanapis, Farida Yusuf. 1999. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi, Jakarta: Reneka Cipta.

Winkel, W. S. & Sri, Hastuti. (2010) bimbingan dan Konseling di Institut Pedidikan. Yogyakarta:Media Abadi.

Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Bandung: Rosdakarya, 2009). Hlm 233

https://www.asikbelajar.com/model-evaluasi-stake-atau-mode/#:~:text=Model%20evaluasi%20Stake%20(1967)%2C,lebih%20jauh%20dalam%20bidang%20evaluasi.

http://jelajahpemikir.blogspot.com/2016/04/model-evaluasi-bebas-tujuan.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UJI VALIDITAS, RELIABILITAS, DAN DAYA BEDA